Beberapa waktu lalu saya pernah
membaca sepintas sebuah buku di toko Gunung Agung yang major content-nya adalah penolakan terhadap ‘aqidah turunnya ‘Isa Al-Masih
‘alaihis-salaam kelak di akhir jaman.
Sungguh sempat kaget rasanya, ketika saya baca buku tersebut diberikaan
sambutan (taqdim) oleh Ibu Irene
Handono. Tentu saja sebagian
besar di antara kita tidaklah asing dengan nama ini. Dalam buku tersebut, beliau
(yaitu Ibu Irene Handono) menyambut gembira dan memberikan dukungan serta
penguatan akan pendapat Penulis. Patut disesalkan. Seorang yang mengaku belum lama masuk
Islam, namun malah memberikan statement yang
merusak ’aqidah Islam. Oleh karena itu, artikel ini sengaja ditulis dalam
rangka menjelaskan kedudukan permasalahan, sekaligus memberikan sanggahan
global terhadap beliau dan yang sepaham dengan beliau. Semoga Allah memberikan
kemanfaatan atas tulisan ini bagi saya dan kaum muslimin semuanya. Amiien.....
DALIL DARI AL-QUR’AN
1.
Allah ta’ala berfirman
:
وَلَمَّا ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلا إِذَا قَوْمُكَ
مِنْهُ يَصِدُّونَ * وَقَالُوا أَآلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ
إِلا جَدَلا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ * إِنْ هُوَ إِلا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا
عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ * وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا
مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ * وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ
فَلا تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
Dan tatkala putra
Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak
karenanya. Dan mereka berkata : "Manakah yang lebih
baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?”. Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum
yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan
kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan
Allah) untuk Bani Israel. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan
sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari
kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang
kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. [QS. Az-Zukhruf : 57-61].
Pada ayat terakhir disebutkan : wa innahu la-’ilmul-lis-saa’ah (Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan
tentang hari kiamat), yaitu turunnya Nabi
’Isa ’alaihis-salaam sebelum hari
kiamat merupakan pertanda dekatnya hari kiamat. Apalagi hal itu diperkuat
dengan qira’at (bacaan) lain dari Ibnu
’Abbas dan yang lainnya terhadap ayat tersebut dengan fat-hah pada huruf lam
dan ’ain. Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya membawakan riwayat sebagai
berikut :
حدثنا ابن بشار، قال : ثنا عبد الرحمن، قال :
ثنا سفيان، عن إبي رزين، عن إبي يحيى، عن ابن عباس : (وَإِنَّهُ لَعَلَمٌ
لِلسَّاعَةِ). قال : خروج عيسى ابن مريم
Telah
menceritakan kepada Ibnu Basyaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
’Abdurrahman, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu
Raziin, dari Abu Yahya, dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu
’anhuma : Wa innahu la-’alamul-lis-saa’ah,
ia berkata : ”Yaitu keluarnya (turunnya) ’Isa bin Maryam (sebelum hari kiamat)”
[Tafsir Ath-Thabari 25/90].
2.
Allah ta’ala
berfirman :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ
عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ
شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا
لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا * بَلْ
رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا * وَإِنْ مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ إِلا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
Dan karena ucapan
mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam,
Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan
'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh
itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa
kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tidak ada
seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum
kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi
saksi terhadap mereka. [QS. An-Nisaa’ : 157-159].
Ayat di atas secara jelas menyatakan bahwa
yang dibunuh oleh orang-orang Yahudi bukanlah Nabi ’Isa ’alaihis-salaam, akan tetapi orang yang diserupakannya. Ia tidaklah
mati, namun Allah telah mengangkatnya ke langit sebagaimana hal itu juga
ditegaskan dalam ayat yang lain :
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي
مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا
وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ
فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
(Ingatlah), ketika
Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas
orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah
kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu
berselisih padanya". [QS. Ali-’Imran : 55].
Dan jika ada yang mengatakan bahwa Nabi ’Isa ’alaihis-salaam telah wafat, maka ini
menyalahi realitas dan manthuq ayat.
Pada kenyataannya, kaum Ahli Kitab sampai saat ini tidaklah beriman kepada
ajaran Nabi ’Isa ’alaihis-salaam
dimana mereka malah meyakini keyakinan Trinitas yang kufur. Berimannya
Ahlul-Kitab pada ajaran ketauhidan Nabi ’Isa ’alaihis-salaam hanya terjadi kelak di akhir jaman. Hal itu
ditunjukkan bahwa ayat menggunakan fi’il
mudlari’ (yaitu kalimat : layu’minunna
bihi – ”akan beriman kepadanya”). Nabi ’Isa ’alaihis-salaam kelak akan turun dengan menghancurkan salib dan
mengerjakan beberapa perkara lainnya (sebagaimana disebutkan dalam hadits
shahih). Tidaklah beliau akan mati kecuali kaum Ahli Kitab akan beriman kepada
beliau’alaihis-salaam.
DALIL DARI AS-SUNNAH
1.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
كيف أنتم إذا نزل بن مريم فيكم وإمامكم منكم
”Bagaimana keadaanmu
jika telah diturunkan (’Isa) Ibni Maryam padamu sedangkan imam/pemimpinmu
adalah orang yang berasal darimu sendiri” [HR. Al-Bukhari no. 3449 dan Muslim no.
155].
2.
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
لينزلن بن مريم حكما عادلا فليكسرن الصليب
وليقتلن الخنزير وليضعن الجزية....
”Sungguh (’Isa) Ibni
Maryam akan turun sebagai hakim yang ’adil, lalu ia akan mematahkan salib,
membunuh babi, dan membebaskan jizyah...” [HR. Muslim no. 155].
3.
Dari Nawwas bin Sam’an radliyallaahu ’anhu ia berkata ketika menyebutkan fitnah di akhir
jaman : Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wasallam bersabda :
...فبينما هو كذلك إذ بعث الله المسيح بن مريم فينزل عند المنارة
البيضاء شرقي دمشق بين مهرودتين واضعا كفيه على أجنحة ملكين إذا طأطأ رأسه قطر
وإذا رفعه تحدر منه جمان كاللؤلؤ فلا يحل لكافر يجد ريح نفسه إلا مات...
”....Sementara ia
dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Allah mengutus Al-Masih bin Maryam. Ia
turun di menara putih di sebelah timur Damaskus, menggunakan dua potong pakaian
warna kekuning-kuningan dan kedua tangannya berpegang pada sayap dua malaikat.
Bila ia menganggukkan kepalanya meneteskan air, dan bila ia mengangangkatnya
turunlah darinya butir-butir air bagaikan mutiara. Setiap orang kafir yang mencium baunya pasti mati....” [HR. Muslim no. 2937, Ahmad 4/181 no. 17666, Abu Dawud
no. 4321, dan yang lainnya].
4. Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu
‘anhuma, bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
يخرج الدجال في أمتي فيمكث أربعين لا أدري
أربعين يوما أو أربعين شهرا أو أربعين عاما فيبعث الله عيسى بن مريم كأنه عروة بن
مسعود فيطلبه فيهلكه ثم يمكث الناس سبع سنين ليس بين اثنين عداوة....
“Dajjal akan keluar
di tengah umatku dan tinggal selama empat puluh. (Perawi berkata : “Aku tidak tahu apakah
empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun”). Kemudian Allah mengutus ‘Isa bin Maryam yang
mirip dengan ‘Urwah bin Mas’ud, lalu ia mencarinya (Dajjal) dan membunuhnya.
Kemudian manusia hidup selama tujuhpuluh tahun tanpa permusuhan satu dengan
yang lainnya...” [HR. Muslim no. 2940 dan Ahmad 2/166 no. 6555].
5. Dari
Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu,
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bahwasannya beliau bersabda :
ثم يجيء عيسى بن مريم عليهما السلام من قبل
المغرب مصدقا بمحمد صلى الله عليه وسلم
“Kemudian ‘Isa bin
Maryam ‘alaihimas-salaam datang dari arah barat untuk membenarkan Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam” [HR. Ahmad 5/13 no. 20163. Berkata Hamzah Az-Zain (15/135)
: “Isnadnya shahih”].
6. Dan
yang lainnya.
Sesungguhnya,
hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam yang mengkhabarkan tentang turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam di akhir jaman dibawakan
oleh banyak shahabat. Selain 4 (empat) orang shahabat yang telah disebutkan,
terdapat beberapa shahabat lain yang membawakan hadits turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam diantaranya : Jabir bin
‘Abdillah, Abu Umamah Al-Bahiliy, ‘Abdullah bin ‘Umar, Mujammi’ bin Jariyyah,
‘Aisyah binti Abi Bakr, Hudzaifah bin Asid, ‘Utsman bin Abil-‘Ash, Hudzaifah
bin Yaman, Anas bin Malik, ‘Abdullah bin Mughaffal, Safinah, Abu Bakrah, dan
yang lainnya. Secara keseluruhan, hadits tentang turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam mencapai derajat
mutawatir (ma’nawy).
Ibnu Katsir menegaskan :
وقد
تواترت الأحاديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه أخبر بنزول عيسى [بن مريم] -
عليه السلام - قبل يوم القيامة إماماً عادلاً وحكماً مقسطاً
“Terdapat
hadits-hadits mutawatir dari
Rasululah shallallaahu ‘alaihi wasallam
yang memberitahukan tentang turunnya ‘Isa ‘alaihis-salaam
sebelum hari Kiamat sebagai pemimpin dan penguasa yang ‘adil” [Tafsir Ibni Katsir 13/323 – Cet. 1/Muassasah Qurthubah].
Ibnu Hajar menukil
perkataan Abul-Hasan Al-Khusa’i Al-Abadiy dalam Manaqibusy-Syafi’iy :
تواترت
الأخبار بأن المهدي من هذه الأمة وأن عيسى يصلي خلفه
“Telah mutawatir khabar-khabar bahwasannya
Al-Mahdi termasuk dari kalangan umat ini (yaitu umat Islam) dan bahwasannya
‘Isa bin Maryam shalat di belakangnya” [Fathul-Bari
6/493-494].
DALIL IJMA’
Al-Isfirayini
mengatakan : “Umat Islam ijma’ atas turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam dan tidak ada seorang
pun di antara ulama syari’ah yang berbeda pendapat. Yang mengingkari keyakinan
ini hanyalah para filosof dan orang-orang yang tidak beriman, sedang pendapat
mereka itu tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan dalam syari’at. Umat
Islam sepakat bahwa ‘Isa ‘alaihis-salaam
akan turun dan melaksanakan syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, bukan
turun dengan membawa syari’at tersendiri dari langit, walaupun ia tetap
berpredikat sebagai Nabi” [Lawaami’ul-Anwar
Al-Bahiyyah 2/94-95].
Abu Hayyan berkata
: “Umat Islam sepakat bahwa ‘Isa ’alaihis-salaam
masih hidup di langit dan seterusnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits
shahih dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam” [Hamisy Al-Bahrul-Muhith 2/473].
SYUBUHAAT
Beberapa syubuhaat dilontarkan oleh kaum
pengingkar dalam rangka membatalkan ‘aqidah turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam di akhir jaman. Beberapa
syubuhhat tersebut diantaranya adalah
(tidak semua) :
Pertama :
Allah ta’ala sendiri telah menegaskan wafatnya
Nabi ‘Isa ‘alaihis-salaam sebagaimana
yang tercantum dalam QS. Ali-‘Imraan : 55 (yaitu pada kalimat : innii
mutawaffiika) dan QS. Al-Maaidah : 117 (yaitu pada kalimat : falammaa tawaffaitanii...).
Jawab :
Dua ayat tersebut adalah :
إِذْ
قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ
الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya
Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu
kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan
orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari
kiamat. [QS.
Ali-’Imraan : 55].
مَا
قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا
تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ شَهِيدٌ
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa
yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: "Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama
aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku,
Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas
segala sesuatu. [QS.
Al-Maaidah : 117].
Perlu diketahui bahwasannya makna ”kematian” dalam bahasa
Arab tidak selalu bermakna tercabutnya ruh dari jasad. Selain dari makna tersebut,
maka ada dua makna lain yang dapat dipahami dari kata at-tawaffi, yaitu :
1.
Tidur.
Hal itu sebagaimana terdapat dalam ayat :
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ
وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى
أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ
تَعْمَلُونَ
”Dan Dialah yang menidurkan
kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari,
kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu)
yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia
memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan” [QS. Al-An’am : 60].
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ
مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
”Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya” [QS.
Az-Zumar : 42].
Juga doa Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam ketika beliau bangun dari tidurnya :
الحمد لله الذي أحيانا بعد ما أماتنا....
”Segala puji bagi Allah yang menghidupkan
kami setelah mematikan (= menidurkan) kami...” [HR. Al-Bukhari no. 6312].
Sebagian ulama mengambil makna ini sehingga makna kedua
ayat yang diperbincangkan adalah bahwasannya Allah mengangkat ’Isa bin Maryam ’alaihis-salaam dalam keadaan tidur.
2.
Memegang atau mengambil.
Makna ini terambil sebagaimana jika dikatakan
: (وَفَيْتُ
مَالِي عَلَى فُلانٍ) ”Aku mengambil hartaku yang
menjadi tanggungan Fulan”. Juga sebagaimana disebutkan dalam QS. Az-Zumar : 42
yang lalu :
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ
مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
”Allah memegang
jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya” [QS. Az-Zumar : 42].
Makna ini adalah makna paling kuat diantara semua kemungkinan makna yang didukung oleh
banyak mufassirin. Ibnu Jarir Ath-Thabari berada di barisan terdepan dalam
memegang pendapat ini dimana ia mengatakan :
وأولـى هذه الأقوال بـالصحة عندنا قول من قال:
معنى ذلك: إنـي قابضك من الأرض ورافعك إلـيّ, لتواتر الأخبـار عن رسول الله صلى
الله عليه وسلم .......
”Yang lebih benar di antara pendapat-pendapat
tersebut menurutku adalah pendapat yang mengatakan : Makna ayat tersebut adalah
: ”Sesungguhnya Aku memegangmu dari bumi
dan mengangkatmu kepada-Ku”; karena didukung oleh hadits-hadits mutawatir
dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam.......” [Tafsir Ath-Thabari 3/2-3-204].
Makna ini adalah makna asli dalam bahasa
Arab. Dalam kamus Taajul-Arus
disebutkan : istaufaahu dan tawaffaahu artinya tidak meninggalkan
sedikitpun. Kedua kata tersebut menunjukkan hasil atau akibat dari kata aufaahu [Taajul-Arus oleh Az-Zubaidi 1/394]. Kalimat mutawaffiika, yaitu pada kata tawaffaa
pada asalnya bermakna ”memegang dan
mengambil”. Dan dipakai secara majazi
dengan arti “mematikan”, sebagaimana yang tertera dalam kitab Asasul-Balaghah karya Az-Zamakhsyari.
Tentu saja, kaidah ushul bahwa al-ashlu
fil-kalaam al-haqiiqah (asal dari satu perkataan adalah makna hakikatnya)
dalam pembicaraan ini masih berlaku. Dan makna hakekat kata tawaffaa adalah memegang atau mengambil.
Oleh karena itu, mengalihkan makna hakekat kepada makna majaz (yaitu dengan makna : mati), harus mendatangkan dalil (dan
ini tidak mungkin, sebab dalil justru bertentangan dengan makna majaz).
Kedua :
Makna “mengangkat” dalam QS. Ali ‘Imran : 55
dan An-Nisaa’ : 158 adalah kiasan yang menunjuk pada makna “mengangkat
derajat”.
Jawab :
Tentu saja makna tersebut sangat lemah,
karena kata rafa’a dalam ayat diikuti
dengan huruf ilaa (إلى). Tidak bisa tidak –
dalam bahasa Arab - bahwasannya kata itu bermakna sebagaimana hakekatnya, yaitu
mengangkat sesuatu yang dhahir dari bawah menuju atas. Dalam Al-Qur’an terdapat
beberapa kalimat yang sejenis, diantaranya :
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ
هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ
أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ
بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ
لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan
berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah takbir mimpiku yang dahulu itu;
sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya
Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah
penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan
merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. Yusuf : 100].
Di sini kata rafa’a diikuti dengan huruf ’alaa (على),
sehingga maknanya adalah bahwa Yusuf benar-benar menaikkan kedua orang tuanya
ke atas singgasana. Bukan menaikkan derajat orang tuanya di atas singgasana.
Oleh karena itu, kalimat ini sangat sukar dibawa pada makna majazi (yaitu
mengangkat derajat).
Begitu pula dengan kalimat
wa raafi’uka ilayya (QS. Ali-’Imran : 55) dan bal
rafa’allaahu ilaihi (QS. An-Nisaa’ : 158). Keduanya bermakna : Allah
benar-benar mengangkat jasad serta ruh Nabi ’Isa ’alaihis-salaam ke atas menuju langit. Sangat tidak mungkin kedua
kalimat itu dimaknai bahwa Allah mengangkat derajat Nabi ’Isa, karena kata ilayya (إِلَيَّ)
atau ilaihi (إِلَيْهِ) menjadi tidak berfungsi.
Ketiga :
Keyakinan turunnya
Nabi ’Isa ’alaihis-salaam
bertentangan dengan firman Allah :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ
رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” [QS. Al-Ahzaab : 40].
Ayat di atas telah
menegaskan bahwa Rasulullah shallallaahu
’alaihi wasallam adalah nabi dan rasul terakhir. Tidak ada nabi dan rasul
setelah beliau.
Jawab :
1.
Nabi ‘Isa ‘alaihis-salaam diangkat sebagai Nabi
dan Rasul adalah sebelum Nabi Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam. Penjelasan QS. Al-Ahzab ayat 40 sama sekali tidak
bertentangan dengan “kenyataan” ini, karena setelah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam memang tidak ada lagi nabi dan rasul
yang Allah angkat. Karena beliaulah khaatamun-nabiyyiin
(penutup para nabi).
2.
Nabi ‘Isa ’alaihis-salaam tidaklah turun dengan membawa
syari’at baru. Namun beliau turun dengan menyerukan dakwah tauhid dan
menerapkan syari’at Nabi Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam. Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa ‘Isa
‘alaihis-salaam menyerukan tauhid, meruntuhkan agama Nashrani dengan
menghancurkan salib, dan mematahkan dugaan orang-orang Nasharani yang
berlebihan di dalam menghormati ‘Isa ‘alaihis-salaam.
Begitu juga ‘Isa akan membunuh babi yang mereka halalkan, sebagai penegasan terhadap
keharaman babi (yang mana kaum Nashrani menghalalkannya), dan sebagai hinaan
atas pengakuan cinta mereka kepada ‘Isa ‘alaihis-salam bahwa mereka mengikuti
jalannya.
Lebih lanjut, diterangkan
dalam hadits berikut :
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu
‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كيف أنتم إذا نزل بن مريم فيكم وإمامكم منكم
”Bagaimana keadaanmu
jika telah diturunkan (’Isa) Ibni Maryam padamu sedangkan imam/pemimpinmu
adalah orang yang berasal darimu sendiri”
Lalu aku (Al-Walid bin Muslim
sang perawi hadits) berkata kepada Ibnu Abi Dzi’b : Sesungguhnya Al-Auza’i
telah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Nafi’, dari Abu Hurairah
tentang lafal wa imaamukum minkum (”dan
imammu adalah orang yang berasal darimu sendiri”). Ibnu Abi Dzi’b bertanya :
“Tahukah engkau apa yang mengimami (memimpin)mu dari kalanganmu sendiri itu?”.
Aku menjawab,”Sebaiknya kamu beritahu aku”. Ia menjawab,”Yaitu ia memimpin
kalian dengan kitab Rabb kalian tabaaraka
wa ta’ala dan Sunnah Nabi kalian shallallaahu
’alaihi wasallam” [HR. Muslim no. 155].
Dari Jabir bin Abdillah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ظاهرين
إلى يوم القيامة قال فينزل عيسى بن مريم صلى الله عليه وسلم فيقول أميرهم تعال صل
لنا فيقول لا إن بعضكم على بعض أمراء تكرمة الله هذه الأمة
”Akan
senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang di atas kebenaran dengan
mendapatkan pertolongan Allah hingga datangnya hari kiamat. Kemudian akan turun ‘Isa bin Maryam ‘alaihis-salaam, lalu
pemimpin mereka berkata (kepada ‘Isa),”Kemarilah, silakan Anda mengimami kami
shalat!”. Lalu ‘Isa menjawab,”Tidak, sesungguhnya sebagian kamu adalah pemimpin
bagi sebagian yang lain, sebagai penghormatan dari Allah kepada umat ini” [HR. Muslim no. 156].
Kembali ditegaskan bahwa ‘Isa turun tidak membawa syari’at baru, bahkan ia
termasuk pengikut Nabi Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam. Hal itu sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika
beliau menegur ‘Umar bin Khaththab radliyallaahu
‘anhu :
لو كان موسى حيا بين أظهركم ما حل له إلا أن
يتبعني
”Kalau
seandainya Musa itu masih hidup di hadapan kalian, maka tidak halal baginya
kecuali mengikuti aku” [HR. Ahmad no. Musnad Imam Ahmad 3/338. Ahmad Syakir berkata :
”Isnadnya hasan”].
Keempat :
Hadits-hadits yang menjelaskan turunnya Nabi ‘Isa ’alaihis-salaam kelak merupakan klasifikasi
hadits ahad yang tidak bisa dijadikan landasan dalam perkara keimanan !
Jawab :
Pernyataan
ini tidaklah muncul kecuali dari orang yang bodoh terhadap ilmu hadits atau
orang yang miskin penelitian. Hadits mengenai ‘Isa ‘alaihis-salaam mencapai derajat mutawatir maknawy yang
diriwayatkan oleh lebih dari 20 (duapuluh) orang shahabat. Kemutawatiran hadits
ini telah ditandaskan oleh beberapa orang pakar hadits dulu dan sekarang
seperti Ibnu Katsir, Abul-Hasan Al-Abadiy (yang disepakati oleh Ibnu Hajar), Asy-Syaukani,
Al-Albani, dan yang lainnya.
Kalaupun
dianggap ahad, maka tidak ada ruang atau celah yang memungkinkan untuk
menolaknya. Sudah menjadi satu kesepakatan madzhab Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah
untuk menerima semua jenis hadits yang shahih, baik melalui jalan ahad ataupun
mutawatir, dalam perkara 'aqidah ataupun hukum (pembahasan lebih detail bisa dibaca di artikel :
HADITS
AHAD DAN MUTAWATIR – silakan klik !).
Ibnu ‘Abdil-Barr Al-Andalusy telah mengisyaratkan
ijma’ tentang penerimaan dan pengamalan khabar/hadits ahad dalam semua
permasalahan agama (termasuk aqidah dan hukum), dimana beliau berkata :
وكلهم يدين بخبر الواحد العدل في الاعتقادات ،
ويعادي ويوالي عليها ، ويجعلها شرعاً وديناً في معتقده ، على ذلك جميع أهل السنة
“….Dan semuanya berpegang kepada satu riwayat satu
orang yang adil dalam hal ‘aqidah; membela, mempertahankannya, serta
menjadikannya sebagai syari’at dan agama.
Seperti itu pula pendapat jama’ah Ahlus-Sunnah” [At-Tamhiid oleh Ibnu ‘Abdil-Barr 1/8].
وأجمع أهل العلم من أهل الفقه والأثر في جميع
الأمصار فيما علمت على قبول خبر الواحد العدل وايجاب العمل به إذا ثبت ولم ينسخه
غيره من أثر أو أجماع على هذا جميع الفقهاء في كل عصر من لدن الصحابة الى يومنا
هذا الا الخوارج وطوائف من أهل البدع شرذمة لا تعد خلافا
“Telah ijma’ ahli ilmu dari
ahli fiqh dan atsar di seluruh penjuru (negeri-negeri Islam) – sepanjang saya
ketahui – untuk menerima hadits ahad (hadits riwayat satu orang) yang adil
(shalih dan terpercaya). Begitu pula
(telah ijma’) untuk wajib mengamalkannya, jika ia telah shahih dan tidak
dinasakh (dihapus) oleh yang lainnya, baik dari atsar atau ijma’. Inilah prinsip seluruh fuqahaa di setiap
negeri, sejak jaman shahabat hingga hari ini, kecuali Khawarij dan Ahli Bid’ah,
yaitu sekelompok kecil yang (ketidaksepakatannya) tidak sebagai perbedaan
pendapat” [idem 1/11].
Abul-Mudhaffar As-Sam’any Asy-Syafi’i berkata :
“Sesungguhnya hadits, jika benar dari Rasulullah shallallaau ‘alaihi wasallam,
diriwayatkan oleh para imam yang tsiqah
(terpercaya), dan orang belakangan mereka menyandarkan kepada orang terdahulu
(dari) mereka hingga kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
diterima umat; maka hadits itu mewajibkan ilmu dalam apa yang berkaitan dengan
ilmu. Ini adalah perkataan kebanyakan Ahli Hadits dan orang-orang yang menekuni
As-Sunnah. Dan pendapat yang mengatakan bahwa hadits ahad tidak membuahkan ilmu
dengan sendirinya, dan harus diriwayatkan secara mutawatir karena ilmu yang ada
padanya; adalah sesuatu yang diada-adakan oleh Qadariyyah dan Mu’tazillah yang
bertujuan menolak hadits-hadits” [Risalah
Al-Intishaar li-Ahlil-Hadits yang diringkas oleh As-Suyuthi dalam Shaunul-Manthiq wal-Kalam hal. 160-161].
PENUTUP
Sebagai penutup, maka kami katakan : ’Aqidah
tentang penetapan turunnya Nabi ’Isa ’alaihis-alaam
adalah ’aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah yang didasarkan oleh Al-Qur’an,
As-Sunah, dan ijma’. Tidak boleh bagi seorang muslim pun yang menyelisihinya.
Barangsiapa yang menyelisihinya, sungguh ia telah menyelisihi banyak nash dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan barangsiapa yang menyelisihi Al-Qur’an dan
As-Sunnah, maka pada hakekatnya ia telah membiarkan dirinya berdiri di mulut
jurang kekafiran dimana ia bersiap-siap terjun di dalamnya. Semoga Allah melindungi kita
dari kesesatan dan kebinasaan. Allaahu a’lam.
[Abul-Jauzaa’]
Dari
Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma tentang firman Allah : ”Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab,
kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya”, ia berkata :
“Yaitu sebelum kematian ‘Isa bin Maryam” [Tafsir
Ath-Thabari 6/18. Dikeluarkan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/309 dengan lafadh : “Keluarnya ‘Isa bin Maryam shalawatullahi ‘alaihi. Al-Hakim berkata
: “Hadits shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim, namun mereka
berdua tidak mengeluarkannya”. Adz-Dzahabi menyepakatinya].